Pages

Selamat datang di blog Sunda Kecil, temukan berbagai data arkeologi, budaya lokal, serta spesifikasi Geografis di situs ini
STRATEGI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI
POTENSI SUMBERDAYA ARKEOLOGI DAN BUDAYA LOKAL,
SERTA SPESIFIKASI GEOGRAFIS KAWASAN PANTAI UTARA BALI
2012

KREDIT

Penanggungjawab:
Yusmaini Eriawati, M. Hum

Inisiator:
Dra.Vita

Anggota:
Lutfi Yondri, M. Hum
Sugeng Riyanto, M. Hum
M. Chawari, M. Hum


SELAYANG PANDANG

Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur

Melalui percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi ini, maka perwujudan kualitas Pembangunan Manusia Indonesia sebagai bangsa yang maju tidak saja melalui peningkatan pendapatan dan daya beli semata, namun dibarengi dengan membaiknya pemerataan dan kualitas hidup seluruh bangsa

Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia didukung oleh potensi demografi, kekayaan sumber daya alam serta posisi geografis Indonesia yang mana keberadaan Indonesia di pusat baru gravitasi ekonomi global, yaitu kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, yang mengharuskan Indonesia mempersiapkan diri lebih baik lagi untuk mempercepat terwujudnya suatu negara maju dengan hasil pembangunan dan kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat.Walaupun potensi ini merupakan keunggulan Indonesia, namun keunggulan tersebut tidak akan terwujud dengan sendirinya. Sejumlah tantangan harus dihadapi untuk merealisasikan keunggulan tersebut.


Salah satu wilayah di Indonesia yaitu Pulau Bali yang diperkirakan  cukup banyak mengandung nilai-nilai warisan budaya masa lampau adalah Kawasan Pantai Utara Pulau Bali (The North Coast of Bali Island region).  Di samping merupakan daerah yang sangat potensial akan tinggalan budaya masa lalu, di kawasan itu sampai sekarang masyarakatnya dalam berbagai kegiatan dan kehidupan sehari-hari masih tetap mempertahankan dan melestarikan berbagai macam tradisi budaya nenek moyang yang mereka warisi sejak masa prasejarah. 

Salah satu 8 program utama yang telah disepakati  yang merupakan fokus dari pengembangan MP3EI adalah bidang pariwisata. Beberapa aspek dapat dilihat untuk kemajuan dan perekonomian pariwisata ini salahsatunya adalah menghimpun seluruh potensi masa lampau/menelusuri sejarah masa lampau, budaya lokal dan spesifikasi geografis di Kawasan Pantai Utara Bali, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali melalui strategi pengembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Kabupaten Buleleng yang terletak di belahan utara Pulau Bali memanjang dari Barat ke Timur mempunyai wilayah terluas di antara 8 kabupaten dan kota lainnya di Bali, yaitu hampir sepertiga luas Pulau Bali (± 1365,88 hektar) dengan batas:  sebelah barat Kabupaten Jembrana; sebelah selatan Kabupaten Tabanan, Badung, dan Bangli; sebelah timur Kabupaten Karangasem; serta sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Bali.  

Beberapa sumber kepustakaan mengatakan bahwa tinggalan arkeologi yang tersebar di Kawasan sekitar Pantai Utara Bali Kabupaten Buleleng cukup banyak bahkan multi-kompleks, seperti: situs-situs masa prasejarah – protosejarah, Bangunan Pura masa klasik Hindu-Buddha yang mendapat pengaruh dari Majapahit, hingga tinggalan dari Budaya Islam dan Kolonial. Begitu pula dengan  budaya lokal yang masih berkembang pada masyarakat setempat dalam kelangsungan hidupnya pun masih dilaksanakan dan terpelihara dengan baik.

Adanya upacara-upacara keagamaan yang khas masyarakat Buleleng, Kampung-kampung kuno yang merupakan kampung kuno yang masih mempertahankan adat istiadatnya dengan ketat menambah bercoraknya budaya lokal yang terdapat di Kabupaten Buleleng. Hal-hal inilah yang sangat potensial untuk diteliti guna mengkaji budaya masa lalu nenek moyang kita di wilayah Pantai Utara Bali  dan sekitarnya ini. Dengan menggali potensi yang dimiliki Kabupaten Buleleng, baik dari segi sumberdaya arkeologi, sumber daya budaya tradisi lokal, sumberdaya pariwisata (agrowisata dan ekowisata) berkaitan dengan spesifikasi geografis berupa keindahan dan kekhasan bentang alam (landscape).

SUMBERDAYA ARKEOLOGI

Survei arkeologi dilakukan terhadap tinggalan-tinggalan arkeologi yang banyak tersebar di wilayah ini yang mencakup Situs Prasejarah, Situs Masa Klasik Hindu Budha, Situs Masa Islam dan situs-situs masa Kolonial. 

Prasejarah
Menurut Soejono et al, (1984) dalam masa prasejarah, kehidupan masyarakat megalitik Lesung batu, lumpang batu atau batu dakon memiliki fungsi religius yaitu berhubungan dengan upacara kematian. Dugaan tersebut diperkuat oleh Teguh Asmar yang menyatakan bahwa batu dakon atau lupang batu banyak ditemukan dalam upacara kematian dan biasanya ditemukan di sekitar bangunan megalitik yang merupakan kuburan ( Asmar, 1975). Bertolak dari beberapa pendapat di atas, kiranya lesung batu di Kecamatan Tejakula memiliki fungsi yang lebih berkaitan dengan pertanian, Hal ini diperkuat dengan tidak ditemukannya bentuk-bentuk megalit lain yang mencerminkan aktivitas penguburan, seperti sarkofagus. tetapi berada / berkaitan dengan konteks arca. Berdasarkan konteks dengan temuan arca, maka lumpang batu di Tejakula memiliki fungsi yang berkaitan dengan kegiatan pertanian, kemungkinan upacara-upacara yang berhubungan dengan penentuan masa menanam atau masa menuai tanaman.

Masa Klasik (Hindu – Buddha)
Peninggalan-peningalan Arkeologi sari masa klasik yang berlatar belakang agama Hindu dan Buddha, pada umumnya banyak tersebar di Pulau Bali. Di Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng tersimpan peninggalan dari masa klasik yang berlatar belakang agama Hindu dan Budha, seperti prasasti dan arca. Arca-arca yang ditemukan di daerah ini terdapat di Pura Ponjok Batu, Pura Puseh Tejakula, Pura Puseh Les dan Pura Sinabun. Dari pengamatan yang dilakukan tehadap pura-pura di Kabupaten Buleleng, tampak bahwa adanya masa Klasik Hindu dapat tercermin pada pahatan-pahatan yang terdapat pada pura-pura.

Masa Islam - Kolonial
Masa Islam di Bali tidak diketahui dengan pasti, tetapi walaupun demikian beberapa sumber sejarah mengatakan bahwa asal-usul umat Islam di Bali di setiap daerah berbeda-beda. Selain di Desa Gelgel Kabupaten Klungkung, ada pula komunitas Muslim di Buleleng yang datang ke Bali pada abad ke-16, di Jembrana awal abad ke-17, juga Karangasem sekitar pertengahan abad ke-17. Peningkatan jumlah umat Islam di Bali tercatat terbanyak setelah kemerdekaan Republik Indonesia, baik yang datang ke Bali karena menjadi pegawai pemerintah maupun mengembangkan usaha atau berwiraswasta.

BUDAYA LOKAL
Budaya lokal adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari (Arnold, Matthew. 1869).

Adat dan kebudayaan yang ada pada masyarakat Bali sangat erat kaitannya dengan agama dan kehidupan relijius masyarakat Hindu. Keduanya telah memiliki akar sejarah yang demikian panjang dan mencerminkan konfigurasi ekspresif dengan dominasi nilai dan filosofi relijius agama Hindu. Dalam konfigurasi tersebut tertuang aspek berupa esensi keagamaan, pola kehidupan, lembaga kemasyarakatan, maupun kesenian yang ada didalam masyarakat Bali.

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

Dalam hal ini, Budaya Lokal meliputi kerajinan atau Kriya dan Kesenian.

SPESIFIK GEOGRAFIS
Manusia merupakan bagian dari alam dan memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dari pada mahkluk hidup lain dalam hal merubah kondisi alam berhubungan dengan kemampuanya yang dilandasi oleh akal yang dimiliki, maka manusia dapat menempatkan dirinya pada unsur yang paling dominan dan paling menguasai dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya di dalam ekosisitem.(Anonimus, 1980).

Manusia berinteraksi dengan lingkunganya, baik lingkungan yang bersifat alamiah maupun yang bersifat biofisik buatan manusia sendiri. hutan, sungai, danau adalah contoh biofisik alamiah. Sedangkan gedung, bendungan, dan sawah merupakan contoh Biofisik buatan. Selain manusia juga berinteraksi dengan sesamanya yang merupakan lingkungan sosialnya.(Soemarwoto, 1979).

Di dalam usahanya memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia berusaha untuk dapat serasi dengan ekosistemnya karena menyadari bahwa kerusakan ekosistem dapat membahayakan dirinya. Namun pada umumnya tingkat kesadaran masyarakat
Ekowisata adalah menghubungkan keserasian lingkungan hidup dengan industri pariwisata. Lebih lanjut, pengertian ini di kenal dengan ecotourism atau ekoturisme. Sekarang lebih popular dengan istilah ekowisata. Ketiganya memiliki pengertian yang sama, yaitu pariwisata yang berwawasan lingkungan hidup (Oka, 2000).

0 komentar:

Posting Komentar